Berlaku Jujur kepada Allah Ta’ala

Berlaku Jujur kepada Allah Ta’ala

“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang Telah mereka janjikan kepada Allah; Maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya).” (QS. Al Ahzab:23)

Arti assidqu (jujur) yaitu serasinya antara batin dan dhohir jika tidak seperti itu maka tidak bisa disebut sebagai kejujuran, bisa jadi sebagai pendusta atau ragu diantara pernyataanya, sebagaimana pernyataan munafiqin “Muhammad Rasulullah” bisa jadi ungkapan itu benar karena dharirnya atau bisa jadi berdusta karena kenyataannya akhlaq mereka bertentangan dengan pengakuannya.( fathul baary 10/507).

Sebagai mana kejujuran dan dusta dipakai dalam perkataan begitu pula keduanya dipakai dalam aqidah dan keyakinan, sebagai contoh si fulan memiliki keyakinan yang jujur dan benar, begitu pula dipakai dalam perbuatan seperti ungkapan si pulan jujur dalam berperang, begitu pula kejujuran bisa terjadi antara seorang hamba dengan Robbnya antara sesama manusia. Kejujuran akan mengantarkan seorang hamba mendapatkan kebaikan baik di dunia ataupun di akhirat sebagaimana ayat di atas.

Maksud ayat di atas, diantara manusia ada yang berjanji kepada Allah kemudian mereka memenuhinya dan menyempurnakannya, sehingga mereka mencurahkan seluruh kemampuannya untuk mencari ridha Allah Ta’ala dan menundukan nafsunya untuk mentaatiNya. Kemudian diantara mereka ada yang cita-citanya dan buah kejujuranya sudah diberikan oleh Allah ta’ala, kemungkinan ia terbunuh di jalan jihad atau mati dalam keadaan melaksanakan kewajiban dari Allah Ta’ala tanpa menguranginya sedikitpun. Begitu juga diantara mereka ada yang masih menunggu, maksudnya diberikan kesempatan untuk menyempurnakannya semua catatan taqdirnya, memenuhi harapannya, sambil berharap untuk menyempurnakannya. Maka itu akan menambah kemuliaannya, mereka tidak seperti kebanyakan manusia menyelisihi perjanjian tetapi mereka tetap di atas perjanjinnya mereka tidak berpaling atau menyelisihinya maka mereka itulah lelaki yang sesungguhnya. (Tafsir Assa’dy)

Imam Athobary meriwayatkan, “Menceritakan kepada kami ibnu Hamid, menceritakan kepada kami Salmah dari ibnu Ishaq berkata, “bercerita kepadaku Yazid bin Ruman tentang Qs Al ahzab 23, maksudnya mereka menepati janji dengan Allah Ta’ala, diantara mereka ada yang sudah disampikan kepada nahbahnya (terbunuh di jalan jihad) yaitu mereka selesai dalam melaksanakan amalnya, seperti yang sudah syahid pada perang Badar dan Uhud, dan diatara mereka ada yang masih menunggu untuk mendapatkan kemenangan dan syahid di jalan Jihad, sebagaimana yang sudah didapatkan oleh sahabatnya yang lain.

Setelah seorang mukmin mengikrarkan robbunalloh maka sudah menjadi konsekwensinya ia harus memasuki madrosah ibtila (ujian) dan tamhis (penyaringan), sangat keliru jika mempunyai anggapan keimanannya tidak akan diuji oleh Allah Ta’ala, Allah Ta’ala berfirman

Artinya: “Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?” (QS. Al Qiyamah: 36)

Artinya: “Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami Telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS. Al Ankabut:1-2)

Memiliki keimanan, melaksanakan amal sholeh, berda’wah begitu juga berjihad sangat membutuhkan keistiqomahan. Keimanan sesaat tidak ada gunanya karena islam bukan amalan sesaat, beratnya ujian iman menandakaan Allah mencintai, keuntungan yang besar bagi orang yang istiqomah di dalam keimananya, Allah berfirman; Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Robb kami ialah Allah” Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang Telah dijanjikan Allah kepadamu”. (QS. Fusilat:30)

Begitu mulianya orang yang istiqomah karena itu karomah yang paling tinggi, tetapi seseorang tidak bisa istiqomah apabila seseorang tidak jujur kepada Alloh Ta’ala.

Syeikh Abdullah Azzam Rahimahulloh berkata, “Tanpa kejujuran tidak akan pernah kita istiqomah di atas satu urusan, kita tidak akan pernah menjadi umat yang kokoh dan kita tidak akan pernah bisa tsabat (teguh) melainkan akan tercerai berai dan terkoyak.” (Tarbiyah jihadiyah wal bina 1/31.)

Begitu pula dengan jihad yang merupakan urusan yang sangat tinggi dan besar karena puncak dari Islam. Ujian kegoncangannya sangat luar biasa dibandingkan ujian yang lain, mulai dari mengajamkan niat, beri’dad sampi berjihad itu sendiri. Bagaimana mungkin seseorang bisa sampai kepada tamkin dan syahadah sementara dia kepayahan menghadapi semua rintangan dan tamhis dalam perjalanannya dikarenakan tidak memiliki kejujuran kepada Allah Ta’ala, oleh sebab itu seorang mujahid mesti memiliki kejujuran kepada Robbnya, karena dia harus melalui tahapan dan aneka rintangan yang sudah menjadi sunahnya perjuangan dijalan Allah Ta’ala. Terkadang seseorang mujahid akan jauh dari pantauwan amirnya atau mendapat tugas yang berat dan tidak disukainya tetapi jika dia seorang mujahid yang sodiq hatinya selalu bermuamalah denga Alloh yang maha mengetahui segala ilmu ghiob sehingga mengantarkan posisinya menjadi seorang yang muhsin,seorang yang selalu merasa dilihat Alloh Ta’ala atau dia seakan akan menyaksikan Alloh dengan nyata.oleh karena itu Alloh berfirman : Artinya: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS. At Taubah:119). Wallohu a’lam.

0 komentar:

Posting Komentar